Hak-hak Perempuan Pasca Perceraian di Pengadilan Agama

Dibuat : 2024-10-13 19:25:34
Dilihat : 40 Kali

Hak-hak Perempuan Pasca Perceraian di Pengadilan Agama

Hak-hak perempuan pasca perceraian diatur dengan jelas dalam hukum yang berlaku di Indonesia, terutama melalui Kompilasi Hukum Islam (KHI), Undang-Undang Perkawinan, serta berbagai yurisprudensi dan kebijakan tambahan yang bertujuan untuk memastikan perlindungan bagi perempuan dan anak-anak setelah perceraian. Salah satu kebijakan penting yang memperkuat hak-hak ini adalah Surat Keputusan Direktur Jenderal Badan Peradilan Agama Nomor 1959 tanggal 25 Juni 2021, yang memberlakukan Ringkasan Kebijakan (Policy Brief) Jaminan Perlindungan Hak-hak Perempuan dan Anak Pasca Perceraian. Berikut ini adalah hak-hak yang diatur dan kebijakan pendukungnya:

1. Nafkah Iddah

Nafkah iddah adalah hak bagi perempuan untuk menerima nafkah dari mantan suami selama masa iddah, yakni masa tunggu yang wajib dijalani setelah perceraian.

  • Surat Keputusan Direktur Jenderal Badan Peradilan Agama Nomor 1959/2021 mempertegas pentingnya pemberian nafkah iddah sebagai bagian dari jaminan kesejahteraan perempuan pasca perceraian. Kebijakan ini memastikan bahwa mantan suami wajib memenuhi kewajiban ini, kecuali dalam hal istri dianggap nusyuz atau sudah dijatuhi talak bain1.
  • Referensi: Pasal 149 Kompilasi Hukum Islam menyatakan bahwa mantan suami wajib memberikan nafkah iddah kecuali dalam kasus talak bain atau nusyuz2.

2. Mut'ah

Mut'ah adalah pemberian penghiburan yang diberikan mantan suami kepada istri yang diceraikan. Pemberian ini berfungsi sebagai kompensasi emosional dan finansial.

  • Surat Keputusan Nomor 1959/2021 menegaskan bahwa pemberian mut'ah harus dilakukan secara adil dan sesuai kemampuan mantan suami. Kebijakan ini juga memberikan pedoman bagi hakim dalam menetapkan besaran mut'ah yang adil dan proporsional berdasarkan kondisi ekonomi mantan suami3.
  • Referensi: Pasal 158 Kompilasi Hukum Islam mengatur bahwa mut'ah wajib diberikan kepada istri yang diceraikan tanpa alasan kesalahan di pihaknya4.

3. Pelunasan Mahar

Mahar yang belum dibayar selama masa pernikahan tetap menjadi kewajiban yang harus dilunasi oleh mantan suami setelah perceraian. Mahar adalah hak perempuan yang tidak bisa diabaikan meskipun pernikahan telah berakhir.

  • Referensi: Pasal 34 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan, serta Pasal 149 huruf b KHI, menegaskan bahwa mahar yang belum dilunasi harus segera dilunasi setelah perceraian5.

4. Biaya Hadhanah (Pemeliharaan Anak)

Biaya hadhanah adalah kewajiban mantan suami untuk menanggung biaya pemeliharaan anak-anak yang belum mencapai usia dewasa. Hal ini termasuk kebutuhan dasar seperti pendidikan, kesehatan, dan tempat tinggal.

  • Surat Keputusan Nomor 1959/2021 secara khusus menyoroti pentingnya pemenuhan biaya hadhanah sebagai bagian dari perlindungan anak-anak pasca perceraian. Kebijakan ini memastikan bahwa anak-anak tetap mendapatkan nafkah yang layak setelah perceraian kedua orang tuanya6.
  • Referensi: Pasal 156 Kompilasi Hukum Islam mengatur bahwa suami tetap berkewajiban menanggung biaya pemeliharaan anak, meskipun anak diasuh oleh mantan istri7.

5. Nafkah Lampau

Nafkah lampau adalah hak perempuan atas nafkah yang tidak diberikan selama pernikahan. Jika suami tidak memberikan nafkah yang cukup selama pernikahan, istri dapat menuntut nafkah lampau setelah perceraian.

  • Referensi: Pasal 81 Kompilasi Hukum Islam menyatakan bahwa nafkah yang tidak diberikan selama pernikahan tetap menjadi hak istri dan bisa dituntut setelah perceraian8.

6. Pembagian Harta Bersama (Gono-gini)

Pembagian harta bersama merupakan hak bagi suami dan istri atas harta yang diperoleh selama masa pernikahan. Harta ini harus dibagi secara adil, berdasarkan kontribusi masing-masing pihak selama perkawinan.

  • Surat Keputusan Nomor 1959/2021 menekankan pentingnya pembagian harta bersama secara adil, sesuai dengan prinsip keadilan dan perlindungan hak-hak perempuan yang diceraikan9.
  • Referensi: Pasal 97 Kompilasi Hukum Islam menyatakan bahwa masing-masing pihak berhak atas separuh dari harta bersama yang diperoleh selama perkawinan10.

7. Hak Hadhanah (Hak Asuh Anak)

Hak asuh anak atau hadhanah biasanya diberikan kepada ibu jika anak masih di bawah usia 12 tahun, kecuali ada alasan khusus untuk menyerahkan hak asuh kepada ayah atau pihak lain.

  • Surat Keputusan Nomor 1959/2021 memperkuat ketentuan tentang hak hadhanah, dengan memastikan bahwa hak asuh anak diberikan kepada ibu, kecuali ada alasan yang jelas dan kuat yang menunjukkan bahwa kepentingan terbaik anak akan lebih terjamin jika berada di bawah asuhan ayah11.
  • Referensi: Pasal 105 Kompilasi Hukum Islam menetapkan bahwa ibu lebih berhak atas pengasuhan anak yang masih di bawah usia 12 tahun, kecuali ada alasan yang kuat yang membenarkan pemberian hak asuh kepada pihak lain12.

Kesimpulan

Hak-hak perempuan pasca perceraian telah diatur dengan jelas dalam berbagai peraturan, seperti Kompilasi Hukum Islam, Undang-Undang Perkawinan, serta berbagai yurisprudensi dan kebijakan lainnya. Surat Keputusan Direktur Jenderal Badan Peradilan Agama Nomor 1959/2021 memberikan panduan penting bagi implementasi kebijakan perlindungan hak-hak perempuan dan anak pasca perceraian, termasuk hak nafkah iddah, mut'ah, biaya hadhanah, pembagian harta bersama, dan hak asuh anak. Kebijakan ini memastikan bahwa perempuan dan anak-anak mendapatkan perlindungan hukum yang layak setelah perceraian.


Penambahan Surat Keputusan Direktur Jenderal Badan Peradilan Agama ini memberikan dukungan tambahan yang memperjelas implementasi hak-hak perempuan dan anak pasca perceraian serta memperkuat perlindungan mereka melalui kebijakan hukum yang lebih komprehensif.

Footnotes

  1. Surat Keputusan Direktur Jenderal Badan Peradilan Agama Nomor 1959 tanggal 25 Juni 2021 Tentang Pemberlakuan Ringkasan Kebijakan (Policy Brief) Jaminan Perlindungan Hak-hak Perempuan dan Anak Pasca Perceraian.
  2. Kementerian Agama RI, Kompilasi Hukum Islam, Jakarta: Kemenag, 1991.
  3. Surat Keputusan Direktur Jenderal Badan Peradilan Agama Nomor 1959 tanggal 25 Juni 2021.
  4. Direktorat Jenderal Badan Peradilan Agama Mahkamah Agung RI, Panduan Hak-Hak Perempuan dalam Perceraian, Jakarta, 2015.
  5. Indonesia, Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan, Jakarta: DPR RI, 1974.
  6. Surat Keputusan Direktur Jenderal Badan Peradilan Agama Nomor 1959 tanggal 25 Juni 2021.
  7. Kementerian Agama RI, Kompilasi Hukum Islam, Jakarta: Kemenag, 1991.
  8. Badan Pembinaan Hukum Nasional, Analisis dan Evaluasi Hukum tentang Perlindungan Hukum Terhadap Perempuan dan Anak Pasca Perceraian, Jakarta, 2014.
  9. Surat Keputusan Direktur Jenderal Badan Peradilan Agama Nomor 1959 tanggal 25 Juni 2021.
  10. Kementerian Agama RI, Kompilasi Hukum Islam, Jakarta: Kemenag, 1991.
  11. Surat Keputusan Direktur Jenderal Badan Peradilan Agama Nomor 1959 tanggal 25 Juni 2021.
  12. Direktorat Jenderal Badan Peradilan Agama Mahkamah Agung RI, Panduan Hak-Hak Perempuan dalam Perceraian, Jakarta, 2015.